Pengamatan Menarik dari Sebuah Debat Kusir

Warning: kalau mudah kesal, baper dan ke-trigger, sebaiknya tidak usah baca post ini. 

Ada satu akun di Twitter yang mengajak warga bertengkar di hari terakhir puasa. Pernyataannya menyalahkan mereka yang memilih single alias tidak menikah. Intinya adalah perempuan yang tidak bersuami pasti tidak bahagia. 

Photo by Yan Krukau on Pexels.com

Satu pernyataan dia yang berbunyi kurang lebih begini “sehappy happy wanita single lebih happy wanita yang menikah. Wanita single selalu merasa kesepian, kagak ada teman utk curhat, hidupnya datar datar saja. Letak happy nya dimana, hidup ngechat begitu.”

Saya nganggur, saya single dan sedang nge-flat di kasur sebagian. Bahagia akhirnya ada waktu leyeh-leyeh dan sepi. Eh, kok jadi iseng mau menimpali.

Debat Kusir:
“Sebuah perdebatan yang tidak berguna serta tanpa arah, dasar, dan tujuan. Kegiatan debat ini tidak akan membawa hasil apa pun, kecuali untuk menghabiskan waktu saja.”

Kumparan

Sebelum jadi debat panjang, warning dulu di depan kalau saya sadar bahwa akun yang ngetwit itu adalah second account, foto palsu dan kemungkinan beli dari orang juga. Nama yang digunakan, Diandra Kartini, juga ironis dengan statemennya, di mana kita semua tau bahwa penulis surat-surat Habis Gelap Terbitlah Terang itu tidak terindikasi bahagia di pernikahannya. Nama Diandra yang artinya dewi penolong yang kuat juga bertentangan dengan cuitannya. 

Lalu banyaknya akun politik dan kinerja pemerintah yang di-RT, membuat saya semakin yakin bahwa ini sebenarnya bekas akun buzzer politik yang di-maintain untuk kemudian dijual kembali. 

Terus ngapain ditanggapi? Ya itu tadi iseng. Namanya juga debat kusir untuk menghabiskan waktu.

Jadi, saya jawablah bahwa ternyata itu dia jawaban kenapa saya masih single di usia kepala 4 ini. Saya happy dengan suasana sepi (saya introvert yang capek kalau ketemu banyak orang), saya tidak suka curhat dan cenderung malah jadi tempat curhat mereka yang hidupnya kayak citato (life is never flat kan), dan saya hobi rebahan. Rebahan kan ngeflat secara harafiah. 

Eh lalu ditanggapi dengan tulisan super kejam bahwa dia berharap keegoisan akan membinasakan saya. 

Yah, kok gitu. 

Tapi apa yang saya harapkan dari sebuah akun tanpa identitas jelas begitu? Yang dari cara dia spelling kata membinasakan dengan spasi kurang wajar saja sudah jelas dia takut terdeteksi “wishing harm” oleh Twitter. Saya report sekalian jadinya. 

Ah, berantem gitu aja capek. Tapi saya senang juga dengan responnya yang berarti dia bingung mau debat apa lagi dari pernyataan saya. Yah, namanya juga debat. Orang seperti saya harus siap mental dan ekstra energi. Sementara orang seperti akun Twitter ini, yang entah jenis kelaminnya apa, justru mungkin dapat energi dari bertengkar karena tidak bahagia kalau hidup ngeflat. 

Saya lanjut scroll-scroll respon akun yang menulis “mari berkawan jangan bermusuhan” di bio-nya ini. Semua orang ditanggapi sama. Pokoknya yang bahagia adalah wanita yang menikah. Titik. Tidak peduli suami kasar, mokondo, atau gimana wujudnya. Curhat sama suami adalah yang terbaik. Salut dengan konsistensi opini dan semangat bertengkarnya. 

Hanya satu yang patut disayangkan, reply saya ke akun dia hanya menghasilkan 34 views, sementara reply saya ke akun satu teman yang berhubungan dengan travel bisa dapat lebih dari 120 views, dan reply saya tentang hasil game wordle ke akun base bisa dapat 54 views di waktu yang sama.

Payah ah. Saya ngeflat lagi aja deh. 

Tinggalkan komentar